Hukum Memilih Pemimpin Dalam Pandangan Islam
Dalam ajaran Islam, pemilihan pemimpin memiliki kedudukan penting dan diatur oleh prinsip-prinsip yang jelas dalam Al-Qur'an dan Hadis. Menyadari pentingnya peran pemimpin dalam membimbing umat, mari kita lihat beberapa hukum, dalil, dan riwayat terkait dengan pemilihan pemimpin dalam Islam.
1. Hukum Memilih Pemimpin:
Menurut ajaran Islam, memilih pemimpin adalah suatu kewajiban bagi umat Muslim. Hukum ini dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, yang menekankan perlunya pemimpin yang adil dan berkompeten untuk memimpin umat. Dalam surat Al-Baqarah ayat 286, Allah berfirman, "Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..."
Dalil-dalil dari Al-Qur'an:
- Surat An-Nisa ayat 58: "Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruhmu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu memutuskannya dengan adil.
- Surat Ash-Shura ayat 38: "Dan orang-orang yang memberi jawab kepada panggilan Rabbnya, dan mendirikan shalat, dan urusan mereka (di antara mereka) adalah dengan mushawarah di antara mereka, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."
Dalil dari Hadis:
- Dalam hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya."
Riwayat Sejarah:
Salah satu contoh riwayat sejarah yang menunjukkan pentingnya pemilihan pemimpin adalah pemilihan Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Umat Muslim saat itu secara bersama-sama menyepakati dan memilihnya sebagai pemimpin yang adil dan berkompeten.
2. Hukum Golput Dalam Islam
Golput atau tidak memberikan suara dalam pemilihan seringkali menjadi perdebatan dalam masyarakat. Dalam konteks Islam, mari kita eksplorasi perspektif hukum, dalil, dan riwayat terkait dengan tindakan golput.
Hukum Golput dalam Islam:
Hukum mengenai golput dalam Islam dapat dijelaskan dengan prinsip-partisipasi aktif dalam urusan umum dan tanggung jawab terhadap pemilihan pemimpin. Golput, atau tidak memberikan suara, bisa dianggap sebagai sikap yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi yang mendorong partisipasi aktif.
Dalil-dalil dari Al-Qur'an:
- Surat Al-Imran ayat 104: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
- Surat Al-Ma'idah ayat 2: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan janganlah kamu melanggar kehormatan bulan-bulan haram..."
Dalil dari Hadis:
Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud menyatakan, "Barangsiapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, dengan lisannya; jika tidak mampu, dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman."
Riwayat Sejarah:
Riwayat sejarah Islam mencatat partisipasi aktif para sahabat dalam urusan umum, termasuk pemilihan pemimpin. Mereka melibatkan diri dalam proses pembentukan keputusan untuk memastikan pemimpin yang adil dan bermoral.
3. Apakah Boleh Jika Tidak Memilih Pemimpin Dalam Islam
Dalam Islam, tidak ada ketentuan khusus yang mengharuskan setiap Muslim untuk ikut serta dalam pemilihan pemimpin. Namun, beberapa prinsip dalam ajaran Islam dapat memberikan panduan terkait partisipasi dalam urusan umum, termasuk pemilihan pemimpin.
Berikut adalah beberapa pertimbangan yang dapat diambil:
Prinsip Tanggung Jawab Kewarganegaraan: Islam mengajarkan tanggung jawab terhadap urusan umum dan mendorong partisipasi aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan. Partisipasi dalam pemilihan pemimpin dapat dianggap sebagai bentuk tanggung jawab kewarganegaraan.
Prinsip Amr Ma'ruf Nahi Munkar: Islam mengajarkan untuk memerintahkan yang ma'ruf (kebaikan) dan mencegah yang munkar (kemungkaran). Jika melalui pemilihan pemimpin dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari kemungkaran, maka partisipasi dapat dianggap sebagai bagian dari prinsip ini.
Memberikan Prioritas kepada Kemaslahatan Umat: Keputusan untuk ikut serta atau tidak dalam pemilihan pemimpin sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan umat. Jika pemilihan pemimpin dianggap dapat membawa manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, maka partisipasi dapat dianggap sebagai langkah yang mendukung kemaslahatan umat.
Penting untuk diingat bahwa setiap keputusan yang diambil oleh seorang Muslim sebaiknya diambil dengan penuh pertimbangan dan disertai dengan niat yang tulus untuk menjalankan nilai-nilai Islam. Keputusan untuk tidak ikut memilih sebaiknya tidak bersifat sembrono atau tanpa pertimbangan, melainkan setelah memahami konteks dan dampak dari tindakan tersebut.
Penting juga untuk mencatat bahwa konteks politik, sistem pemilihan, dan kondisi setiap negara dapat berbeda, dan keputusan partisipasi atau tidak partisipasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.